Selasa, 05 Agustus 2008

Jejak Perseteruan Tiga Kawan

Rahmi Husein dan Mukhlis Tapitapi, begitupun Rahmi dengan Rusli Djalil ‘berseteru’ saat akhir masa tugasnya, padahal diantara mereka ada jejak pertemanan sangat kuat.
Ketiganya sama-sama mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). M. Rahmi Husein dan Mukhlis Tapitapi, bahkan mencapai puncak tertinggi dalam organisasi hijau hitam itu. Bedanya, Rahmi yang akrab dipanggil ‘Juned’ hanya menjadi Ketua Umum HMI Cabang Manado, sementara Muklis atau Ulis, begitu sapaannya, mencapai posisi Sekretaris Jenderal PB. HMI di Jakarta, kemudian menembus tingkat Ketua Umum PB HMI, meskipun hanya sebagai ‘pejabat’ karena kisruh internal yang mendera PB HMI di masa kepengurusan Ketua Umum PB-HMI, Kholish.
Beda dengan keduanya yang lebih senior, karir ke-HMI-an Rusli Djalil mungkin hanya sampai level presidium Cabang.Pertemanan ketiganya – karena latar belakang aktivis HMI – juga sangat kuat. Dari sisi intelektualitas, tak diragukan lagi. Ini bisa dilihat dari tingginya frekuensi jam terbang ketiganya menjadi nara sumber pada setiap kegiatan HMI maupun kegiatan lain.
Tak hanya itu, sebagai alumni dan senior di HMI, mereka sering menjadi panutan dan harapan para yunior, menjadi semacam konsultan untuk memberikan brain storming dan brain washing-lah. Apalagi Juned, yang sebelum menduduki Ketua KPU Provinsi adalah sosok muda yang malang melintang di jalur organisasi non pemerintah atau LSM. Salah satu LSM yang pernah diketuai Rahmi “Juned” Husein adalah Forum Studi Halmahera (Foshal) yang banyak bergerak di bidang advokasi dan pelatihan, juga gencar mengkampanyekan kesetaraan gender. Makanya sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) sering mengakui keunggulan Juned di bidang gender. Maklum, Rahmi selain aktivis LSM juga dosen pengasuh mata kuliah Sosiologi Gender di kampus itu.
Sementara sepak terjang Ulis Tapitapi di daerah ini tak terlalu menonjol sebelumnya, kecuali paska memimpin PB. HMI, Ulis kembali ke Ternate dan ikut adu nasib dalam bursa seleksi anggota KPU Provinsi dan akhirnya sukes. Beberapa waktu kemudian, Ulis dan sejumlah tokoh muda Halmahera Utara, mendirikan Media Halut Pres, sayangnya media besutannya ini kini tak lagi eksis.
Dalam urusan media, Rusli Djalil boleh dibilang yang paling eksis ketimbang kedua kawannya itu, sebab selain sebagai jurnalis kawakan Maluku Utara, ia juga tercatat sebagai koresponden beberapa media nasional, sebut saja D&R, Trust, Forum Keadilan dan beberapa media lainnya. Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini, bahkan menjadi inspirator pada beberapa media yang pernah eksis di Maluku Utara, seperti Ternate Pos dan Mingguan Aspirasi.
Sebelum menjabat tugas di KPU Maluku Utara dan KPU Halbar, ketiganya sangat dikenal, terutama di kalangan aktivis mahasiswa, pegiat LSM dan Pers. Bahkan tak hanya di Maluku Utara tapi juga di luar Maluku Utara. Ketiganya makin “populer” ketika berada di KPU, lembaga yang mengurusi hajatan pemilu dan pilkada ini. Popularitas mereka bahkan mencapai puncak kulminasi ketika kinerja lembaga penyelenggara pemilu ini jadi sorotan publik saat carut-marutnya jadwal tahapan pemilu, mulai kampanye, hingga molornya penetapan pemenang pilgub-pilwagub.
Justru gara-gara Pilgub 2007-2008 itu pertemanan di antara mereka berubah menjadi perseteruan. Dan perseteruan ini, menurut sumber Genta sebenarnya sudah ditabuh sejak kisruh KPU Provinsi dalam penetapan jadwal kampanye dan tahapan pilgub itu. Puncaknya terjadi ketika Mukhlis mengambil sikap undur diri dari jabatan ketua Pokja pendaftaran dan kampanye. ”Perseteruan itu sebenarnya bermula dari pertemuan dengan incumbent di Hotel Saripan Pasific, 30 September lalu,” ungkap sumber yang tak mau dimediakan itu. Ceritanya, pertemuan itu sebenarnya di tolak keras oleh Mukhlis, karena menganggap tidak etis bagi kandidat pasangan gubernur yang lain. Namun Rahmi berdalih itu sebatas koordinasi (Baca Bola Liar Pilkada, GENTA edisi V).
Puncak perseteruan –meski diam-diam – terjadi pada Minggu 21 Oktober 2007, ketika Mukhlis menggelar konferensi pers menyatakan mundur dari ketua Pokja KPU Provinsi. Alasan Mukhlis, sebagai bentuk tanggung jawab moralnya atas kisruh tahapan pilgub. Dan ia mengakui ada kekeliruan serius dilakukan KPU Provinsi, terkait aspek prosedural dan substansial hingga semua keputusan jadwal kampanye bermasalah. Ulis juga buka kartu pertemuan mereka dengan Incumbent Thaib Armaiyn di Hotel Saripan Pacific, yang membatalkan kesepakatan 28 September. Pertimbangan Ulis dalam pertemuan itu, untuk kembali ke 5 Oktober sudah terlambat dan akan kehilangan muka di hadapan publik. Tapi jadwal tetap saja kembali ke 5 Oktober pasca pertemuan itu. Praktis sejak undur diri dari Pokja, Mukhlis tak lagi berurusan dengan tahapan-tahapan Pilgub selanjutnya sampai berbuntut pada hasil Pilgub yang tak kunjung pasti.
Perseteruan Pecah
Kalau selama ini perseteruan ini luput dari khalayak dan kesannya sangat tertutup, pada Maret lalu, perseteruan Rahmi - Mukhlis pecah dan mulai menjadi “perang terbuka”. Perseteruan ini dipicu karena surat Rahmi CS yang tak menginginkan Mukhlis comeback lagi di KPUD. Maklum, terkait dengan seleksi calon anggota KPU Provinsi, Mukhlis ikut mendaftar untuk diseleksi menjadi anggota KPUD periode 2008-2013.
Keberatan Rahmi CS yang dituangkan pada surat berkop KPU bernomor 270/31/KPU/2008 tertanggal 14 Maret lalu, yang dikirim ke tim seleksi dipicu karena alasan, Mukhlis (dan juga Kasman Tan, anggota KPUD Halbar) tak memenuhi syarat sebagai anggota KPU. Memiliki kinerja buruk pada saat Pilkada, dan setumpuk catatan “buruk” yang menjadi lampiran surat itu. Singkatnya, mereka meminta tim seleksi tak mengakomodir Mukhlis sebagai calon anggota KPUD Maluku Utara.
Surat itu direspon tim seleksi. Ketua tim seleksi KPU Provinsi Malut Sri Haryanti Hatary, mengaku mereka langsung melakukan konsultasi dengan KPU pusat lantaran Rahmi CS menggunakan kop KPU Provinsi Malut. Hasil konsultasinya memang tak dibeberkan Sri. Tapi jelasnya, KPU pusat masih menganggap Mukhlis tetap selaku Plt Ketua KPUD Malut. Tapi tim seleksi, kata Sri masih tetap akan mempelajari substansi surat Rahmi CS karena berkaitan dengan tahapan uji publik.
Sementara bagi Mukhlis sendiri, surat itu sebagai pertanda “perang terbuka” antara dirinya dan Rahmi CS. ”Surat itu tendensius,” katanya menanggapi. Meski awalnya ia tak ingin menanggapi secara serius, namun luluh juga. Lantaran menganggap surat itu sangat tidak objektif. Mukhlis menjelaskan, soal pengunduran dirinya dari ketua Pokja pendaftaran dan kampanye seperti yang dituduhkan Rahmi CS dalam surat itu karena ia tak mau dikelilingi oleh orang-orang yang tidak kredibel. ”Semua tugas Pokja diambil alih Rahmi. Semua langkah Rahmi terkait dengan penjadwalan Kampanye Pilkada tidak konsisten alias maju mundur. Rekapitulasi suara penuh spekulatif dan inprosedural. Kondisi ini membuat KPUD Provinsi kehilangan kredibilitas,” tandasnya.
Pembekuan Halbar salah satu contoh keputusan Rahmi yang spekulatif dan inprosedural. Langkah Rahmi itu menurut Mukhlis cuma berdasarkan surat anggota Panwas tanpa sepengetahuan ketua dan anggota Panwas lainnya. Padahal saran KPU pusat sendiri meminta KPUD Provinsi memulihkan status KPUD Halbar sebelum Pleno rekapitulasi 14 November lalu tak diindahkan. Dua kali KPU pusat melakukan supervisi terhadap kisruh Pilkada Malut dengan berbagai pertimbangan, dianggap oleh KPUD Provinsi sebagai surat kaleng.
Dengan mengklarifikasi surat itu menurut Mukhlis semata-mata menjaga kredibiltas KPU. Karena KPU adalah lembaga negara yang bertanggungjawab terhadap publik. ”KPU itu institusi hirarkis,” katanya. Mukhlis menuding, Rahmi adalah sosok yang tak memiliki karakter. Toh, bagi Mukhlis, upaya penjegalan yang dilakukan Rahmi sama sekali tak berpengaruh pada dirinya. ”Masyarakat bisa menilai sendiri siapa saya,” katanya yakin.
Sementara buntut tidak sedapnya hubungan perkawanan antara Rahmi dengan Rusli Djalil, yang biasa disapa Uchilie, menyeruak pasca Pleno Rekapitulasi dan Penetapan hasil suara pasangan calon gubernur-wakil gubernur oleh KPU Halbar, Minggu, 11 Nopember 2007 lalu. Hasil Pleno itu menetapkan keunggulan pasangan cagub-cawagub Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo. Hasil Pleno itu dianggap berbau “rekayasa” oleh pendukung pasangan calon Thaib Armayin-Abdul Gani Kasuba, yang lantas mendesak Rahmi Cs di KPU Provinsi untuk melakukan penghitung ulang terhadap hasil akhir komposisi suara di Halbar (Baca Menunggu Siapa Dilantik, GENTA edisi VI).
Gayung pun bersambut, Rahmi yang ketua KPU Provinsi saat itu serta salah satu anggotanya Nurbaya Soleman yang paling getol merespon tuntutan itu. Bahkan besoknya, Senin, 12 Nopember 2007, saat Rusli mengantarkan hasil Plenonya ke KPU Provinsi, dia disodori sejumlah blangko sama dengan yang dibawanya, tapi hasil rekapitulasinya berbeda. Ketika Rusli diminta menandatangani berkas-berkas versi KPU Provinsi itu namun ia menolak dan bersikukuh dengan hasil ketukan palunya.”Masa hasil pleno terbuka harus dibatalkan saya dan dua kawan KPU Halbar. Harusnya, jika dia mau batalkan putusan pleno KPU Halbar, harus dalam pleno terbuka KPU provinsi Maluku Utara,” ujar Rusli.
Singkat cerita, karena besoknya lagi, Selasa, 13 Nopember 2007 telah dijadwalkan Pleno penetapan dan pengesahan pemenang pilgub-pilwagub Maluku Utara oleh KPU Provinsi, seperti tak mau menunggu lama, Rahmi mengambil keputusan membekukan KPU Halbar sekaligus menonaktifkan Rusli Djalil dan anggotanya.
Tapi kisahnya ternyata tak sesingkat yang dibayangkan, melainkan jadi panjang, berliku dan rumit hingga detik ini. Barangkali bagi ketiganya secara terpisah hendak mengeksplorasi potensi dirinya dalam momentum pilgub ini. Seakan ini, jadi ajang “uji taji” dan “uji nyali” bagi ketiganya membuktikan sejumlah teori politik yang mereka kuasai, sekaligus “unjuk gigi” strategi taktik yang hampir khatam mereka utak-atik semasa menjadi aktivis, begitu penilaian sejumlah aktivis dan politisi muda daerah ini.
Apa tanggapan Rahmi soal perseteruan ini? Genta sendiri sulit melakukan konfirmasi karena nomor telepon seluler yang biasanya digunakan sudah tak berfungsi lagi. Beberapa kerabat dekat Rahmi pun tak tahu menahu keberadaannya kini. ”Kami sudah tak pernah kontak dan SMS lagi, ” ungkap salah satu karibnya. Bahkan beberapa teman yang selama ini dekat dengan keduanya enggan berkomentar soal perseteruan Rahmi dan Mukhlis. ”Itu urusan pribadi mereka, ” kata Herman Oesman, karib dekat Rahmi yang juga dosen sosiologi di UMMU yang pernah bersama-sama Rahmi menjadi editor bukunya Syaiful Bahri Ruray, Balada Republik Wonge dan Menjemput Perubahan.
Luar biasanya, meski ketiganya akhir-akhir ini, relatif menutup diri dalam komunikasi satu sama lain, namun dalam beberapa kesempatan komunikasi secara terpisah dengan Genta, mereka masih saling menanyakan kabar keberadaan, kondisi kesehatan dan keadaan keluarganya.“Mungkin akhirnya hanya jejak perkawanan di antara ketiganya, juga sisi manusiawi ini yang bisa kembali mendamaikan ketiganya,” kata sumber yang akrab dengan trio kontroversial dalam kisruh pilgub Maluku Utara ini. Tapi mungkin itu terjadi setelah “jalan gelap” politik Maluku Utara saat ini menemukan titik terang.Semoga perseteruan itu hanya karena beda pemikiran di bidang politik, bukan perseteruan pribadi.
Mereka di Mata Kawan
Ada ungkapan bijak “Katakan siapa kawan-kawanmu, dan akan kukatakan siapa engkau”, apalagi bila sosok itu dikesankan sendiri oleh sohib dekatnya, tentu lebih jelas lagi.
Ida Nasim, tentang Rahmi dan Rusli
Saat saya asyik nonton TV di kantor, Kamis sore, 22 Nopember 2007 lalu, tiba-tiba muncul berita mengenai “kerusuhan” di Maluku Utara dalam pilgub-pilwagub. Berita ini mengusik perhatian, bahwa KPU Halbar dan KPU Provinsi diduga sebagai “sumber masalah” dalam kekisruhan pilkada itu.Ketua KPU Halbar adalah Rusli Djalil, yang biasa disapa Uchilie.
Uchilie dan anggotanya dinonaktifkan oleh KPU Provinsi karena dianggap melakukan penggelembungan suara pada salah satu pasangan calon. KPU Provinsi kemudian mengambil alih wewenang dan tugas-tugas KPU Halbar.Selanjutnya, Ketua KPU Provinsi adalah M. Rahmi Husein, yang biasa disapa Junaedy. Junaedy dan salah satu anggotanya kemudian di-non aktifkan juga oleh KPU Pusat karena dianggap tidak netral, berpihak pada salah satu pasangan calon dalam pilkada itu.
KPU Pusat lalu mengambil alih kewenangan dan tugas-tugas KPU Propinsi Maluku Utara.Pengambil-alihan kewenangan KPU Provinsi disertai dengan pe-non-aktifan Rahmi Husein dilakukan, setelah KPU Provinsi mengumumkan pemenang pemilihan pilkada Maluku Utara adalah pasangan Thaib Armaiyn–Abdul Gani Kasuba.Ibarat rantai kekisruhan yang berjenjang, apa yang dilakukan oleh KPU Provinsi terhadap KPU Halbar, akhirnya ditiru juga oleh KPU Pusat terhadap KPU Propinsi.
Meskipun argumentasinya berbeda, namun beresensi sama, yakni otoritarianisme.Terlepas dari kontraversi yang berkembang, kedua orang ini (Rusli dan Rahmi), yang oleh sebagian masyarakat Malut dituding sebagai sumber kekisruhan, adalah kawan lama saya, ketika kuliah di Universitas Sam Ratulangi Manado.Mereka berdua adalah aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim Manado (FKMM) dan HMI Cabang Manado. Sedangkan saya adalah aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Manado.
Kami memang beda organisasi, tapi apa berarti beda garis politik? Itu wacana nilai yang muncul saat itu. Orang menyebut mereka (Rahmi dan Rusli) sebagai aktivis "kanan", sedangkan saya digolongkan sebagai aktivis "kiri komunis". Entah kategori ini pengertiannya relevan atau tidak untuk saat itu.Kami berteman cukup baik. Di berbagai forum diskusi dan aksi, kami selalu berdebat dan bertukar fikiran. Sekali-kali ada juga perbedaan pandangan, terutama soal memilih metode aksi, tapi itu semua kami pahami sebagai dinamika demokrasi.Secara personal, saya memang lebih dekat dengan Rusli Djalil. Saya kenal betul kehidupan keseharian dan keluarganya. Sebelum di Manado, saya dan Rusli berteman saat masih SMA (alumni SMA Negeri 1 Ternate). Kami belajar karate bersama di KODIM Jalan Pahlawan Revolusi Ternate, dan tinggal di Keluarahan Sangaji, Ternate Utara. Juga aktif sebagai Pelajar Islam Indonesia (PII) Maluku Utara dan ikut mendirikan kelompok Study Islam "Triple R", singkatan dari Raudhah Rabby Radhiyah. Arti Indonesia-nya adalah Generasi atau Kelompok Yang Diridhai Allah.Di PII dan Kelompok Study inilah, saya mengenal Rusli Djalil kesehariannya. Termasuk hal-hal yang pribadi, seperti soal pacar dan malas mandi. Kebetulan untuk urusan pacar, kami berdua tergolong "pemalu".
Rusli menyukai jurnalistik dan sejarah.Dulu, kami mengagumi tokoh Ikwanul Muslimin seperti Hasan Al Bannah, kami juga suka dengan Sayyid Qutub, Ibnu Taymiyah, Abdul A'la Almaududi, juga suka dengan Revolusi Perancis. Saat SMA Revolusi Perancis sering diajarkan oleh guru sejarah kami, namanya Pak Thahir. Orangnya lucu, kepalanya botak panjul dan agak susah melafalkan huruf "r", tapi dia menerangkan prinsip trias politika dengan baik.
Beliau juga yang mengenalkan pada kami ilmuwan kenegaraan pencetus gagasan trias politika, seperti John Locke dan Montesquieu. Khusus untuk nama ilmuwan yang terakhir ini, kalau nama panjangnya dilafazkan oleh beliau pasti kami seisi kelas tertawa.Rusli adalah kawan yang baik. Orangnya cerdas, suka menulis, punya sifat humanis dan suka menolong orang. Untuk olahraga dia suka karate, kungfu dan bilyard. Namun berantakan dalam urusan penampilan. Loh, wong dia jarang mandi dan rambutnya dibiarkan awut-awutan. Paling suka dengan celana jeans belel. Kadang sampai kucel dan lusuh, karena tidak dicuci selama berminggu-minggu. Kalau mengunjungi kamar kost-nya, tidak bisa membedakannya dengan “gudang”, he..he...
Tapi di situlah muncul inspirasi untuk menulis dan bikin karya yang bermutu.Terhitung beberapa kali tulisannya dimuat di Manado Post dan beberapa media nasional. Aneh tapi nyata. Karakter dan tradisi slengean Rusli ini mengingatkan saya pada joke-joke di kalangan teman-teman lama, komunitas-komunitas proletar yang hidup antara 50-60-an di Indonesia ketika berjuang untuk membangun “nation” Indonesia. Ada joke yang paling popular saat itu: “Semakin larut malam, semakin progresif. Semakin lapar, semakin radikal, dan Semakin tidak mandi-mandi, semakin revolusioner”.Joke seperti ini, sebetulnya tidak lebih dari filosofi “penyemangat” untuk menghadirkan idea dan karya-karya bermutu yang ideologis. Bahwa dalam sikon seperti itulahlah akan lahir idea dan kerja yang revolusioner. Saya tidak tahu, apakah Uchilie memang meniru tradisi seperti ini atau memang dari sononya, dia sudah begitu, he.. he..
Awal Desember 2007, Uchilie menelepon saya, katanya Dia sedang di Jakarta untuk urusan terkait kisruh Pilkada Malut. Saya sangat senang dan gembira karena dia ajak bertemu. Kebetulan saya pun ingin bertemu untuk beberapa urusan. Di antaranya, mengajak dia untuk hadir pada acara diskusi publik di kantor JMC (Jakarta Media Centre-red), karena sebelumnya dia tidak bisa hadir pada acara expert meeting di Twin Plaza Hotel, alasannya tidak mendapatkan ticket pesawat, meskipun awalnya dia sudah meyakinkan akan hadir.
Uchilie adalah kawan lama yang belum sempat ketemu semenjak saya hengkang dari Manado pada 1996. Setelah kurang lebih 11 tahun tak bertemu, saya membayangkan dia pasti sudah berubah. Paling tidak soal penampilannya. Apalagi posisinya kini Ketua KPU di kabupaten. Pasti ada tuntutan untuk berpenampilan necis karena selalu berhadapan dengan pemerintah, DPRD dan pejabat publik lainnya. Apalagi kebiasaan pejabat yang melaksanakan rapa-rapat rutin atau audiensi di hotel-hotel mewah dan gedung-gedung ber AC. Juga selalu berhadapan dengan wartawan untuk konferensi pers.Saya dengar dari kawan-kawan dekatnya, Uchilie sudah mulai terbiasa menggenakan jas dan dasi. Wah, pasti sudah keren habis!
Namun ternyata, Uchilie ya tetap Uchilie. Masih seperti yang saya kenal sebelas tahun lalu ketika masih di Asrama Mahasiswa Ternate, di Kleak Manado. Tidak ada perubahan sediktipun.Dengan gerakan yang “grusu dan refleks” karena terbiasa dengan gerakan kungfu, dia membukakan pintu dan menampakkan diri di balik pintu kamar hotelnya dengan posisi siap jingkang. Jingkang adalah semacam gerakan kuda-kuda yang bertumpu pada kaki. Posisi ini biasa dalam beladiri Kungfu disebut posisi siap siaga jika menghadapi serangan musuh. Kamipun bersalaman sambil berpelukan dan tertawa.
Ketika melihat rautnya yang berantakan dan cara dia mempersilahkan duduk, saya cuman tersenyum dan membayangkan begini tampang orang yang menjadi pembicaraan akhir-akhir ini di Maluku Utara? Cuman beginikah penampilannya?“Baru menghadapi politik seperti ini, sudah keliatan kurus dan lusuh”, sapaku sambil memperhatikan tingkahnya.“Kita kira ngana pake jas gagah dengan celana itam dan sepatu mangkilap”, tanyaku dalam dialek Manado sambil tertawa. Uchilie hanya tersenyum kecut. Mungkin dia agak dongkol dengan sejumlah pertanyaan dan sindiran yang kulontarkan.
Uchilie, memang sama sekali tidak berubah. Masih tetap dengan celana belel. Rambutnya masih tetap awut-awutan. Kali ini dia pake celana pendek yang tidak jelas mereknya dan keliatan agak besar. Dan tampak kusut sana-sini. Entah kena setrika atau tidak, yang jelas masih keliatan belelnya. Atasannya kemeja warna putih bergaris-garis tanpa merek. Baju seperti ini di Pasar Tanah Abang, Jakarta mungkin hanya Rp. 25 ribuan. Mukanya keliatan lelah dan agak kusut. Tapi masih bisa tersenyum dan tertawa ketika ku ajak bercanda. Beginilah penampilan “aslinya”…..Lain Rusli lain pula dengan M. Rahmi Husein. Kawan yang satu ini, secara personal saya kurang begitu dekat. Tapi saya sedikit banyak mengenal dia dari forum-forum diskusi dan beberapa kawan dekat saya, yang kebetulan juga kawan dekatnya dia.Rahmi adalah salah satu tokoh/pentolan HMI Cabang Manado. Memiliki wawasan luas dan sangat paham dengan gagasan “pembaruan Islam-nya Cak Nur” yang diusung HMI. Menguasai Nilai Identitas Kader HMI yang menjadi landasan moral dan politik HMI.Rahmi berpenampilan cukup flamboyant. Orangnya rapi dengan kumis tebalnya. Bersama Coen Husein Pontoh (sekarang di Amerika), Yayat Biaro (staf ahli Departemen Hukum dan HAM, kata Katamsi Ginano), mereka membuat HMI Manado menjadi terkenal. Di era kepemimpinan Rahmi dan Yayat inilah HMI Manado mulai melakukan aksi massa dan turun ke desa untuk advokasi.
Saya masih ingat Kasus Kaneyan, Minahasa. HMI Manado turut serta melakukan advokasi, begitu juga dengan Newmont dan beberapa kasus petani cengkeh di Manado.Rahmi adalah politisi, dan cukup kawakan untuk mengerti pertarungan politik dan teori konspirasi. Ini adalah pendapatku ketika mereka berhasil mengalahkan Coen Husein Pontoh dalam pertarungan memperebutkan kursi Ketua HMI Cabang Manado.Dia juga pribadi yang ramah. Banyak rekan-rekan dari Ternate menyebutnya sebagai orang sabar, tekun dan humanis. Suka menolong orang ketika susah dan membantu kawan untuk memecahkan masalahnya. Setidaknya ini adalah pengakuan beberapa kawanku yang kebetulan juga menjadi kawan Rahmi.
INTINYA kedua kawan saya ini, baik Rusli Djalil maupun M. Rahmi Husein telah membangun integritas mereka jauh sebelumnya untuk menjadi politisi yang bertanggung jawab. Setidaknya sejauh yang saya kenal, "track record" mereka adalah orang yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab dengan pekerjaannya.Nah kondisi ini menjadi paradoks dan memunculkan sejumlah pertanyaan, ketika media massa maupun kalangan masyarakat, terus-menerus mereproduksi opini untuk menyudutkan mereka sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kisruh pilkada Maluku Utara.
Apakah benar, KPU Halbar bertanggung jawab terhadap kisruh pilkada Maluku Utara karena mengabaikan peringatan dari KPU Propinsi? Dan apakah benar juga KPU Propinsi yang menjadi biang kekisruhan karena telah mengumumkan pemenang pilkada Maluku Utara dan tidak mau tunduk pada KPU Pusat?Atau jangan-jangan, ada skenario politik lain, yang jauh lebih kuat, dan kedua orang kawan ini, secara sadar atau tidak "telah terjebak" dalam arus skenario kotor ini. Dan mereka seperti orang yang kesasar dan tercebur lumpur. Wallahu’alam bissawab.. Biarlah Rusli dan Rahmi yang akan menjawabnya.Yang pasti Pemilu 2009 sudah dekat. Dan seperti biasa para “petualang politik” sedang menjalankan orderan untuk berbagai proyek politik. Agaknya Kekuasaan di negeri ini “libidonya sedang birahi”, makanya sedang mencari penyalurannya. Tak peduli dengan segala bencana di negeri ini.Marilah kita mencoba untuk menelusuri hal-hal di balik kekisruhan yang terjadi ini. Mudah-mudahan ada pelajaran demokrasi dan nilai-nilai moral yang masih berharga buat kita semua.Bagi rekan-rekan dari Maluku Utara terutama para politisi, pemimpin parpol, kandidat gubernur (semua kandidat)), pemerintah daerah, aparat polisi, tentara, akademisi, aktivis NGO dan mahasiswa serta elemen masyarakat luas, marilah bersatu untuk membangun Maluku Utara lebih maju lagi.
Jejak Rekam Karir Muklis
Sosok ini sebelum 1998 mungkin hanya popular di kalangan warga HMI, aktivis mahasiswa senior atau kalangan tertentu. Namanya mencuat ke permukaan ketika sebagai Sekjen ia dipercayakan sebagai Pejabat Ketua Umum PB . HMI, menggantikan Kholish. Bahkan ada dugaan Ulis berada dibalik kejatuhan Khlosih itu.
Sejumlah sumber alumni HMI dan aktivis HMI asal Maluku Utara di Makassar yang mengaku kenal persis siapa Muklis, atau mengaku dekat dengan sohibnya yang juga alumni HMI, mengisahkan kepada Genta, Mukhlis terkenal cermat menghitung “momentum” plotik sebagai peluang memperkukuh eksistensinya. Setidaknya itu terjadi semasa ia meniti karir ke-HMI-an mulai tingkat Komisariat, Ketua Umum HMI Cabang Makasar, Badko, hingga “merebut” posisi Ketua Umum PB. HMI dari Kholish. Sepertinya kecermatan itu kembali terjadi saat dia menggantikan posisi M. Rahmi sebagai Pelaksana tugas ketua KPU provinsi.Ulis sendiri, menurut sejumlah sumber itu, sosok yang tegas, cerdas dan sangat menguasai seluk beluk aliran syiah dalam Islam.
Ia juga terkenal bersih dan telaten. “Bila datang ke sekretariat cabang, hal pertama yang ia lakukan ialah memeriksa kebersiahan kamar mandi,” kata sumber yang tak mau dimediakan. Agaknya Ulis punya prinsip “mengukur kebersihan seseorang atau suatu keluarga, lihatlah kersihan kamar mandinya”.Diakui, sosok ini ramah dan sederhana dalam perilaku kesehariannya.
Penampilannya amat sederhana, bahkan sehari-hari keluar rumah bersilaturrahmi atau sekadar kongkow-kongkow dengan sesama kawan, Ulis hanya menengenakan oblong putih yang terlihat tua, dengan lingkaran lehernya yang sudah terlihat melar.Seperti juga Juned dan Uchilie, Ulis adalah kader HMI yang tuntas dengan “ilmu” dan “ketrampilan” ke-HMI-an, sebabnya intelektualitas dan integritasnya pun telah lama terbina.

Tidak ada komentar: